RESIMEN MAHASISWA DI PERSIMPANGAN JALAN, MAU DIBAWA KEMANA?
![]() |
Sumber : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgnbijYlQCue4OeOSQ-eOZmuaYK8MW87pv927YqyzEBvsqmCjJthZMVp7CM9eLLm-HGrDi8ThLL3htdLbjERw5j15hki3_aJ6Nx_23829VAzQXEuiz3stVYZ6wrUK-_C0-D-wvC7el13zU/s1600/andi+menwa.jpg |
Menwa
Dulu
Pada awalnya Resimen Mahasisawa
adalah organisasi para-militer yang didirikan di dalam kampus. Memiliki
kemampuan seperti militer aktif pada umumnya dan pada masanya efektif digunakan
sebagai cadangan pertahanan di daerahnya masing-masing. Di Jawa Barat Resimen
Mahasiswa menjadi salah satu tumpuan untuk mempertebal kekuatan Tentara aktif
guna mempertahankan home front Jawa
Barat dan sekitarnya dari ancaman fisik dan separatisme kelompok yang ingin
memisahkan atau merubah ideology negara Pancasila. Sejarah mencatat kontribusi
Resimen Mahasiswa pada masanya mampu memadamkan pergerakan-pergerakan yang
inkonstitusional dan cenderung maker. Kemampuan Resimen Mahasiswa bisa
dikatakan setara dengan organik TNI, kemampuan Paratroops, Demolisi, penggunaan
berbagai macam senjata laras penjang, pendek, senapan mesin sampai granat
termasuk kemampuan intelijen strategis di miliki oleh para anggotanya yang
menjadikan satuan Resimen Mahasiswa bisa dikatakan tidak kalah elite dengan
satuan organik pada zamannya. Palagan
perjuangan Resimen Mahasiswa juga bukan tempat yang sealakadarnya, medan
Trikora dipedalaman Kalimantan, wilayah rawan Timor-timor sampai penugasan
pasukan PBB kontingen Garuda pernah di ikuti oleh anggotanya. Tidak sedikit
yang harus meregang nyawa dan kembali ke haribaan diakibatkan penugasan di
lapangan. Taman Makam Pahlawan Seroja di Timor-timur menjadi saksi bisu tubuh
seorang Resimen Mahasiswa di semayamkan. Dari deretan kisa diatas bisa di tarik
kesimpulan bahwa betapa penting dan elitenya posisi Resimen Mahasiswa pada saat
zaman kejayaannya.
Reformasi
kebablasan?
Tuntutan Reformasi di Indonesia
menyeruak lantang kepermukaan dan seolah-olah menjadi gelombang dahsyat yang
menenggelamkan serta menyeret siapa saja yang di terjangnya dan pada akhirnya
mampu menurunkan Presiden sepuh saat itu yaitu Jenderal Besar (purn) Soeharto
dari tampuk kekuasaannya. Tidak ada yang menyangka bahwa pemimpin yang dikenal
dengan sebutan Smiling General itu
akan turun dengan cara yang tragis. Kondisi politik mendadak merubah haluan,
semua orang bereforia menyuarakan reformasi yang akhirnya berakibat pada
berbondong-bondongnya kelompok kepentingan menyebrang haluan. Semua yang berbau
Soeharto adalah penjahat dan patut di buang atau dihapus, lalu menwa
bagaimana?. Betul sekali menwa mendapatkan gilirannya!. Serentak diseluruh
Indonesia Menwa diminta di bubarkan demi alasan menuntaskan agenda reformasi.
Mulai dari waktu itu menwa di preteli sampai hampir terhapus dari pentas
sejarah Indonesia, perjuangan menwa pada saat itu begitu berat antara “hidup
segan mati tak mau” menjadi istilah yang sangat pas menggambarkan carut marut
nya kondisi pada saat itu. Menwa menjadi korban Reformasi kebablasan? Menwa
pada awalnya adalah anak kandung cita-cita Revolusi Bung Karno, program mobilisasi
umum perebutan Irian Barat merupakan ide Soekarno dan berimbas pada persiapan
Resimen Serba Guna sebagai Corps Sukarelawan dan mempengaruhi menwa pada saat
itu. Reformasi sesungguhnya adalah salah sasaran apabila menargetkan menwa
sebagai organisasi yang harus di berangus dilihat dari asek sejarahnya dahulu.
Polemik
dualisme organisasi yang sama-sama mencintai Menwa
Anggota menwa di manapun berada,
adalah kader militan untuk mewujudkan cita-cita kesejahteraan bangsa. Reformasi
telah mengkhawatirkan mantan-mantan menwa diseluruh Indonesia dimana regenerasi
menwa menjadi terancam. Apabila regenerasi mati maka bisa dipastikan menwa akan
bubar dengan sendirinya. Untuk itu tercetuslah sebagian kecil alumninya untuk
membentuk organisasi yang di klaim merupakan lembaga tertinggi di Menwa yaitu
Komando Nasional (konas) Menwa Indonesia yang dahulu tidak pernah sama sekali
di kenali keberadaan dan landasan hukumnya. Dilain hal muncul pula lembaga
tandingan yang mengclaim serupa sebagai organisasi Induk Menwa yaitu Korps
Menwa Indonesia. Persamaan sekaligus perbedaan organisasi yang sama-sama
militant terhadap menwa ini terletak pada landasan hukum. Dimana Konas di klaim
sebagai komando pusat menwa Indonesia satuan-satuan organik/anggita aktif
sebuah organisasi luar yang mampu menembus kewenangan universitas dalam
struktur komando. Begitu pula Korps Menwa Indonesia yang terdaftar sebagai
Organisasi Masyarakat (ormas) dipaksakan harus masuk menjadi lembaga mahasiswa
yang melakukan kegiatan mahasiswa aktif di dalam kampus yang sudah jelas-jelas
dilarang dan merupakan pelanggaran berat apabila organisasi dalam kampus
berafiliasi kepada organisasi masyarakat apapun namanya. Dua organisasi yang
didirikan oleh alumni ini baik Komando Nasional maupun Koprs Menwa Indonesia pada
dasarnya baik adanya, yaitu adalah untuk mempertahankan eksitensi menwa, tetapi
melihat perkembangan yang terjadi menjadi tidak mungkin bahwa menwa akan hancur
diakibatkan konflik dualisme dan pembinaan regenerasi yang mulai diabaikan baik
oleh Konas dan Korp, sebagai bukti pembinaan yang yang yang penulis claim
tersendat adalah minimnya regenerasi “muka-muka baru” dalam dua organisasi ini,
lebih mengutamakan konsolidasi anggota ‘sepuh’ dibandingkan dengan anggota
‘muda’ yang seharusnya merupakan asset berharga di masa depan apabila memang
dua organisasi ini fokus kepada cita-cita pembinaan menwa.
Butuhnya
Jalan Keluar
Menwa berada dipersimpangan
jalan, menwa rawan pecah akibat dualisme, regenerasi tersendat, tantangan
kampus semakin beragam dan anggota aktif yang memiliki motivasi tinggi semakin
menyusut baik dari segi kemampuan dan kualitas mentalnya diakibatkan tidak
dilibatkan dalam masalah-masalah strategis dan minim pembinaan. Lalu mau dibawa
kemana menwa? Menwa berada di persimpangan jalan! Itulah istilah yang cocok
menggambarkan keadaan real menwa sekarang.
Penulis berpendapat bahwa dibutuhkan sebuah jalan keluar untuk menyeret
kembali Menwa pada jalurnya yang benar. Dan itu harus dimulai dari kemauan
tulus semua pihak untuk mau berjalan kearah penyelesaian masalah. Energy
sia-sia sudah di habiskan menwa selama ini. Konflik tidak produktif malah
melemahkan pihak sendiri. Butuh kerelaan kedua belah pihak untuk mau
mengarahkan organisasinya untuk pembinaan anggota yang merupakan kewajiban kita
bersama untuk merealisasikan regenerasi dan itu butuh kerelaan semua untuk
merealisisikan motto Widya Castrena Dharma Shida dan Panca Dharma Satya Menwa
terutama point ke 5 yaitu mengutamakan kepentingan nasional diatas kepentingan
pribadi maupun golongan. Penulis berpendapat yang bisa meyeleaikan permasalahan
ini adalah anggota aktif yang merupakan inti kehidupan organisasi menwa, tiap
satuan dan batalyon merupakan pemegang warisan organisasi ini dan yang harus
memutuskan. Kita selalu senior dan alumni harusnya hanya mementori bukan
mendikte. Selanjutnya sekarang kembali lagi kepada pertanyaan umum diatas, mau
dibawa kemana menwa? Mau terus tersesat di persimpangan atau mulai memutuskan
untuk bergandengan tangan dan mulai menemukan jawaban mau kearah mana sebenarnya
kita mengarah sekarang? Berikan kepercayaan bahwa adik-adik penerus kita tidak
kalah hebat kalau diasah kemampuannya dan diberikan kesempatan. Dan penulis
1000% sangat percaya itu bisa!. Tinggal mau atau tidak?
Penulis : Rizki Alamsyah H., S.IP ( NBP. 1091.08.44463 ) merupakan alumni Menwa Yon II Unpad
0 komentar: